Selasa, 31 Maret 2020

Materi ASWAJANU

Materi Quiz Fiqih Dasar III

Senin, 30 Maret 2020

Senin, 23 Maret 2020

Kisah SYEKH SUBAKIR, Sang Penakluk DEDEMIT Penguasa Tanah JAWA! Pengajian GUS MUWAFIQ Cerdas & Lucu

Carane Nambani ati. Ngaji Hikam K.H Imron Jamil

7 Tingkatan Nafsu || KH. Imron Jamil

Hatimu Yang Perlu Kau Ubah || KH. Imron Djamil_Ngaji Al Hikam

KH.IMRON JAMIL TERBARU AL-HIKAM Jangan Memaksakan Kehendak Untuk Merubah Keadaan

KH.IMRON JAMIL TERBARU 2020 AL-HIKAM | Adab Dalam BERDOA

Tidak Ada Rasa Takut, dan Tidak Bersedih Hati || Terbaru KH. Imron Djamil Al-Hikam (Maqolah 9)

ROMO KH. IMRON JAMIL (Fathul 'Ulum Kwagean)

Ora Kerjo Sugeh? Ngaji Hikam KH. Imron Jamil

KH.IMRON JAMIL TERBARU AL-HIKAM 2020 "Allah Sudah Menjamin Rizki Hambanya"

KH.IMRON JAMIL TERBARU AL-HIKAM | Bekerjalah Untuk Mecari Kemuliaan

KH IMRON JAMIL

KH. Agoes Ali Masyhuri (Gus Ali) : Tanda kebahagiaan dan Kesengsaraan

KH. Agoes Ali Masyhuri (Gus Ali): Jangan Marah

Kunci Hidup Bahagia | KH. Agoes Ali Masyhuri

KH. Agoes Ali Masyhuri

KH. Agoes Ali Masyhuri (Gus Ali) : Bahaya Riya'

KH. Agoes Ali Masyhuri (Gus Ali) : Jangan Sibukkan diri dengan Mencari Masalah

KH. Agoes Ali Masyhuri (Gus Ali): Berlari Menuju Allah

Terbaru Gus Reza Satu Panggung lagi Bersama Gus Baha' di Yudisium Tribakti Lirboyo

GUS REZA (PERNIKAHAN CAK MAD & NING SHELA)

Gus Reza Lirboyo tentang Keutamaan Nikah

CERAMAH AGAMA KH SAID AQIL SIRADJ DI ISLAMIC CENTER INDRAMAYU

KH SAID AQIL SIROJ : SEJARAH ISLAM DI BUMI NUSANTARA

Kyai Said Ungkap Siapa Gus Baha Sebenarnya Bagian I

Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, M.A. Dalam Rangka Istigosah & Peringatan Harlah NU Ke 94

GUS MUWAFIQ (AWAL BERDIRINYA KRATON JOGJAKARTA)

GUS MUWAFIQ MENENANGKAN

GUS MUWAFIQ

Kamis, 05 Maret 2020

Kisah Unik Tafsir Jalalain, Ditulis Dua Orang Ulama dalam Waktu yang Berbeda



Salah satu kitab tafsir yang sangat terkenal sekali, terutama di kalangan umat Islam yaitu kitab tafsir Jalalain. Sampai saat ini Kitab tafsir Jalalain seringkali di kaji dan menjadi kitab rujukan oleh para ulama dan para santri.

Nah, ternyata dalam penulisan kitab tafsir Jalalain ini terdapat kisah unik yang jarang diketahui. Selain ditulis oleh dua orang Jalaluddin kitab tafsir ini juga ditulis dalam kurun waktu yang berbeda. Seperti apa kisahnya? Simak ulasan berikut.

Kitab Tafsir Jalalain adalah kitab karya dari Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan juga muridnya yaitu Jalaluddin as-Suyuthi. Karena kedua Imam besar ini memiliki nama depan yang sama yaitu Jajaluddin, maka kitab tafsir ini di sebut dengan Tafsir Jalalain atau Tafsir Dua Jalal.
Meski disebut-sebut penyusun kitab Tafsir Jalalain adalah dua orang, uniknya Al-Mahalli dan As-Suyuthi tidak mengerjakannya dalam waktu yang bersamaan. Masing-masing dari mereka yang berbeda generasi itu hanya menulis tafsir separuh Al-Quran pada masanya. Karena saat sang mufassir pertama menulis bagian pertama Tafsir Jalalain, mufassir kedua baru saja memulai perjalanannya mencari ilmu.

Sekali tempo lika-liku arah pengembaraan membuat keduanya bertemu dalam hubungan guru dan murid. Namun setelah itu mereka berpisah lagi. Dan sekian tahun setelah sang guru wafat, sang murid kembali meneruskan pekerjaan besar gurunya yang belum usai.
Jalaluddin Al-Mahalli, penulis awal Tafsir Jalalain ialah tokoh kelahiran Kairo, Mesir, tahun 791H/1389 M, nama lengkapnya ialah Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim bin Ahmad bin Hasyim Al-Mahalli Al-Mishri Asy-Syafi’i.

Menariknya entah mengapa, ulama besar yang juga termasyhur karena kealimannya dibidang fiqih,ilmu kalam, nahwu dan manthiq dan karya-karya besarnya, itu mengawali penulisan tafsirnya dari Surah Al-Kahfi yang terletak di pertengahan juz lima belas lalu terus ke belakang hingga surah terakhir, An-Nas.

Usai menulis tafsir Surah An-Nas, Al-Mahalli lalu kembali ke halaman depan Al-Quran dan menafsirkan surah Al-Fatihah. Rencananya setelah selesai menafsirkan surah al Fatihah itu ia akan melanjutkan dengan surah Al-Baqarah, Ali Imran dan seterusnya hingga surah Al-Isra.

Namun takdir berkata lain, ketika baru selesai menulis tafsir Al-Fatihah, beliau berpulang ke haribaan Allah pada tahun 864 H/1459 M. Sebelum wafat ia telah menyampaikan pesan kepada muridnya yaitu As-Suyuthi untuk melanjutkan karangan kitab tafsirnya.

Ada pula yang mengatakan bahwa Imam Jalaluddin as-Suyuthi bermimpi bahwa ia di datangi oleh gurunya yaitu Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan menyampaikan pada agar ia melanjutkan penulisan karangan tafsir yang telah ia buat namun belum sempat terselesaikan.

Imam Jalaluddin Al-Mahalli mengatakan “ Sempurnakanlah tafsir yang sudah aku rampungkan mulai dari Surat Al-Kahfi sampai dengan akhir Al-Qur’an ! aku memilih dirimu untuk melanjutkan karangan tafsirku karena sifat amanah, kesalehan amal dan ketulusan cintamu kepada diriku.”

Kemudian Jalaluddin As-Suyuthi pun memenuhi amanah yang di berikan oleh gurunya tersebut, beliau menyelesaikan sebagian Surat-Surat Al-Qur’an yang belum sempat di tafsirkan oleh Imam Jalaluddin Al-Mahalli yaitu mulai dari Surat Al-Baqarah sampai dengan pertengahan Al-Qur’an yaitu Surat Al-Isra’. Dengan begitu, akhirnya menjadi kitab tafsir Jalalain yang sempurna seperti pada sekarang ini.

Oleh sebab itu, banyak ulama yang mengatakan bahwa kitab tafsir Jalalain ialah kitab yang paling aneh, karena peletakkan Surat Al-Fatihah yang seharusnya sebagai pembuka justru terletak di bagian paling belakang.

Alasan Surat Al-Fatihah terletak di akhir ialah agar dapat menggolongkan atau membedakan antara karangan yang di tulis oleh Jalaluddin al-Mahalli dengan karangan yang di tulis oleh Imam Jalaluddin as-Suyuthi.

Demikian kisah unik tentang kitab tafsir Jalalain, sebuah kitab yang tak pernah lekang oleh waktu dan selalu menjadi rujukan oleh umat islam sepanjang zaman. Semoga bermanfaat. Wallahua’lam bisshawab.


Arif Rahman Hakim
Pecihitam.org

Senin, 02 Maret 2020

Pendiri IPNU

Prof. Dr. KH. Moch Tolchah Mansoer, beliau adalah seorang ulama sekaligus cendekiawan muslim yang berpengaruh. Beliau juga seorang guru besar ilmu keislaman dan hukum tata negara di berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta dan beberapa kota lain. Beliau juga menjadi salah satu dari tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang beberapa kali pernah menjabat sebagai dekan ataupun rektor di berbagai perguruan tinggi yang berbeda.

Seorang ulama yang berpandangan luas ini telah menjadi aktivis NU sejak usia remaja. Mengingat hal tersebut tidak mengherankan bila ulama yang satu ini dikenal dekat dengan generasi muda. Beliau tidak pernah lelah memberikan semangat dan dorongan kepada mereka. Mbah Tolchah merupakan tokoh istimewa dalam tubuh NU, selain ko yang handal beliau sekaligus seorang yang produktif menulis buku-buku keagamaan, buku ilmu hukum, dan artikel di beberapa mediamassa. Beliau juga termasuk seorang birokrat di Yogyakarta yang pernah menduduki jabatan eksekutif maupun legislatif. Meskipun begitu, keulamaan dan kecendikiawanannya lebih menonjol dikalangan masyarakat daripada jabatan formal yang lain.

K.H Tholhah Mansur dilahirkan pada tanggal 10 September 1930 dikota Malang Jawa Timur, Putra dari K. H. Mansur, seorang ulama dan pedagang kecil di kota tersebut. Ayahnya yang berdarah Madura berkeinginan agar Muhammad Tholhah Mansur seperti kakaknya, Usman (Mayor K. H. Usman Mansur), kelak menjadi seorang ulama. Disela-selanya menuntut ilmu dijenjang pendidikan umum, ia giat mengaji. Proses pendidikan keduanya tidaklah lancar, tapi keduanya mampu dicapainya, walaupun memerlukan waktu lama. Beliau juga termasuk kutu buku dan gemar akan ilmu, sekaligus otodidak, bahkan beliau tak segan-segan menjual mobilnya untuk membeli kitab kuning dan buku.

Pendidikan pertama KH. Tolchah Mansur di peroleh di Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama Jagalan Malang (1937-1945), kemudian melanjutkan di Madrasah Tsanawiyah ditempat yang sama hingga kelas III. Di Madrasah yang didirikan oleh K. H. Nahrawi Thahir ini, Muhammad Tholhah Mansur diasuh oleh K.H. Muhammad Syukri Ghazali dan Kyai Murtaji Bisri.

Pada tahun 1947, pelajar usia 17 tahun ini menjadi sekretaris Sabilillah daerah pertempuran Malang Selatan, sehingga ia harus meninggalkan sekolahnya. Baru setelah perang kemerdekaan usai, ia meneruskan sekolah di Taman Madya Malang sampai lulus tahun 1951.

Setelah lulus Taman Dewasa, ia masuk Fakultas Hukum, Ekonomi, Sosial dan Politik (HESP), Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Kuliahnya tidak berjalan lancar, karena ia memang aktivis organisasi. Pada tahun 1953, Muhammad Tholhah Mansur berhenti kuliah untuk sementara waktu dan baru tahun 1959 ia kembali ke bangku kuliah. Semangat Mbah Tolchah untuk belajar tidak pernah surut, walaupun telah menikah beliau tetap kembali ke bangku kuliah untuk menyelesaikan studinya, hingga kemudian Ia mampu menyelesaikan jenjang sarjana dan menjadi Sarjana Hukum pada tahun 1964.

Meskipun waktu yang diperlukan oleh Mbah Tolchah untuk menempuh sarjana hukum memakan waktu 13 tahun. Namun, berkat kegemarannya membaca beliau mampu menyelesaikan gelar Doktor Ilmu Hukum ( Jurusan Hukum Tata Negara) dalam waktu relatif singkat. Yakni dalam waktu hanya lima tahun. Dengan Promotor Prof. Abdul Baffar Pringgodigdo, S.H, Muhammad Tholhah Mansur berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum Universitas Gajah Mada dengan judul disertasi “Pembahasan Beberapa Aspek Tentang Kekuasaan-kekuasaan Eksekutif dan Legislatif Negara Indonesia (17 Desember 1969)”. Disertasi ini kemudian diterbitkan menjadi buku oleh penerbit Radya Indria, Yogyakarta(1970).

Pendidikan ilmu-ilmu kesilaman didapatkannya dari guru-guru ngaji, khususnya K. H. Syukri Ghazali ketika ia belajar di Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Jagalan. Kebetulan rumah Muhammad Tholhah Mansur tidak jauh dari madrasah dan rumah mantan ketua umum Majelis Ulama Indonesia itu. Selesai sekolah ia langsung mengaji, demikian pula ketika ia membantu K. H. Syukri Ghazali mengajar di madrasah tersebut. Disamping itu ia mengaji posonan (bulan Ramadhan) ke beberapa pondok pesantren. Diantaranya, di Pondok Pesantren Tebuireng dan Pondok Pesantren Al-Hidayah, Soditan Lasem. dibawah asuhan K. H. Ma’shum. Karena ia memang santri yang cerdas dan otodidak, maka wajarlah bila K. H. Muhammad Tholhah Mansur akhirnya menjadi seorang ulama besar.

Pengabdian KH. M Tholhah Mansur pada Organisasi dan Masyarakat

Dalam kehidupan organisasi, K. H. Muhammad Tholhah Mansur telah menjadi aktivis organisasi sejak usia remaja, terutama dikalangan NU. Ketika masih duduk dibangkuTsanawiyah, Ia pernah menjadi Sekretaris Ikatan Murid Nahdlatul Ulama (IMNU) kota Malang(1945). Pada saat itu Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) belum lahir, baru pada sembilan tahun kemudian Mbah Tolchah menjadi salah satu penggagas berdirinya IPNU.

Pengalaman organasisi berikutnya yang diperoleh oleh Mbah Tolchah adalah saat beliau berpindah ke Yogyakarta. Saat itu Ia pernah menjabat sebagai menjadi wakil Departemen Penerangan Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PII) dan menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) wilayah Yogyakarta.

Meskipun pernah menduduki berbagai jabatan strategis dalam beberapa organisasi islam yang pernah ada saat itu, sebagai generasi muda NU yang militan ia mempunyai gagasan mendirikan organisasi Islam yang khusus mewadahi pelajar NU. Gagasan ini kemudian Ia sampaikan dan akhirnya pada Konferensi Lembaga Pendidikan Ma’arif NU di Semarang (22 Februari 1954) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) didirikan. Kemudian, berdasarkan konferensi tiga kota di Solo rekan Tholhah dipilih secara aklamasi terpilih sebagi ketua umumnya.

Setahun kemudian menyusul berdirinya Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) yang dipimpin oleh Ny Hj.Umroh Mahfudlah(1955). Jabatan ketua umum ini dipertahankannya dalam Muktamar I di Malang (1955), Muktamar II di Pekalongan (1957) dan Muktamar III di Cirebon (1958). Sampai sekarang kedua organisasi ini tetap hidup, walaupun pada tahun 1985 sesuai UU Nomor 8 Tahun 1985 yang melaranga danya organisasi pelajar selain OSIS, maka IPNU menjadi Ikatan Putra Nahdlatul Ulama dan IPPNU menjadi Ikatan Putri Putri Nahdlatul Ulama. Di era reformasi kondisi telah berbeda maka sejak tahun 2003 IPNU dan IPPNU kembali menjadi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama sebagimana semula sewaktu didirikan.

Perjuangan KH. Moch Tolchah Mansoer selanjutnya adalah sebagai ketua Pengurus Wilayah Partai NU Daerah Iistimewa Yogyakarta. Setelah terjadi fusi empat partai islam (NU, Parmusi, PSII dan Perti) menjadi Partai Persatuan Pembangunan (5 Januari 1973), beliau lebih banyak berperan aktif di Jamiyah Nahdlatul Ulama, disamping sebagai guru besar di beberapa perguruan tinggi dan mubaligh. Sebagai gantinya Dra. HJ. Umroh Mahfudloh (istrinya), tampil sebagai aktivis PPP, bahkan sampai menjadi ketua DPW PPP Daerah Istimewa Yogyakarta dan beberapa kali menjadi anggota DPRD I Yogyakarta dan DPD/MPR RI. Prof. Dr. K. H. Muhammad Tholhah Mansur, adalah salah seorang tokoh yang ikut membidani kembalinya ke Khittah 1926, dalam Muktamar NU ke 27 di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukerejo, Asembagus Situbondo, yang diasuh oleh K. H. As’ad Syamsul Arifin. Dalam Muktamar tersebut , beliau terpilih sebagai salah seorang Rois Syuriah PBNU dibawah pimpinan Rois Aam K. H. Ahmad Shiddiq dan Wakil Rois Aam K. H. Rodli Sholeh.

Sesuai dengan aktivitasnya dalam organisasi, maka K. H. Muhammad Tholhah Mansur pernah beberapa kali memegang jabatan dalam pemerintahan terutama di Daerah IstimewaYogyakarta. Ia pernah terpilih menjadi anggota DPR mewakili NU (1958) dan tahun itu juga ia diangkat sebagai anggota Dewan Pemerintah Daerah (DPD), kemudain badan ini diubah namanya menjadi BPH (Badan Pemerintah Harian) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta(1958). BPH Merupakan lembaga eksekutif di daerah yang bertugas membantu kepala daerah.

Profesi Utama K. H. Muhammad Tholhah Mansur adalah sebagai pendidik sekaligus juru dakwah dan penulis. Sewaktu masih kuliah tingkat doktoral, beliau menjadi asisten dosen di IAIN Sunan Kalijaga (Sekarang UIN Sunan Kalijaga). Setelah lulus beliau masih tetap mengajar di IAIN, kemudian juga di beberapa perguruan tinggi lainnya seperti IKIP Yogyakarta (sekarang UNY), Akademi Militer di Magelang, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Akademi Administrasi Negara, Universitas Hasyim Asy’ari Jombang, Universitas Nahdlatul Ulama Solo dan lain-lain. Guru Besar Hukum ini pernah memegang jabatan di beberapa perguruan tinggi , diantaranya Pembantu Rektor IAIN Sunan Kalijaga, kemudian Dekan Fakultas Ushuluddin, Direktur Akademi Administrasi Niaga Negeri di Yogyakarta (1965-1967), Rektor Universitas Hasyim Asy’ari (1970-1983) merangkap Rektor Institut Agama Islam Imam Puro, Purworejo (1975-1983) dan Dekan Fakultas Hukum Islam UNU (Universitas Nahdlatul Ulama) Surakarta. Dan juga pernah menjadi anggota badan Wakaf IAIN Sunan Kalijaga dan Badan Penyantun Taman Siswa Yogyakarta. Ulama sekaligus guru besar ini wafat pada hari senin 20 Oktober 1986 dan makamkan di kompleks makam Dongkelan Yogyakarta.

Sumber:
https://ipnuippnupati.id/2019/977/mengenal-kh-tolchah-mansoer-pendiri-ipnu/